Kelompok Lauk Pauk. Letak Bima yang secara geografis berada di pesisir pantai
mempengaruhi selera makan orang Bima. Kebanyakan makanan Bima terdiri dari ikan
dan hasil laut lainnya. Orang Bima bilang kalau belum makan
pakai ikan rasanya belum makan. Orang Bima tidak mengenal kata lauk pauk, kalau
daerah lain “makan pakai apa?” maksudnya lauknya apa? orang Bima akan bertanya
langsung “Ngaha kai uta au?” yang artinya “makan pakai ikan apa?” jawabanya
bisa saja “ngaha kai uta janga” yang arti secara harafiahnya
“makan pakai ikan ayam” atau “ngaha kai uta mbe’e” yang artinya “makan
pakai ikan kambing” kata ikan biasanya menempel pada nama lauk pauk lainnya.
Walaupun orang Bima menggemari ikan
laut, bukan berarti di Bima tidak mengenal makanan selain ikan. Daging Kambing
adalah makanan favorit setelah ikan disusul Daging Rusa atau Menjangan, Daging
Sapi, Kerbau dan Kelompok Unggas serta terakhir Daging Kuda.
Kelompok Sayuran. Daun dan Buah Kelor adalah sayuran yang paling populer di Bima, bisa
dibilang selama pohon kelor melambai orang Bima tidak akan kelaparan. Pohon kelor juga adalah pohon yang
bersahabat, semakin dipetik daunnya semakit lebat tumbuhnya. Selain daun dan
buah kelor sayuran khas Bima ada juga “sandanawa” yang sampai saat ini
saya belum tahu nama Indonesianya. Dalam Bahasa Bima sayur disebut “tambeca”,
mungkin singkatan dari “uta mbeca” yang artinya “ikan basah”. Dalam
Kuliner Bima memang tidak banyak dikenal sayuran yang ditumis, sayur itu selalu
identik dengan makanan yang berkuah
PALOMARA SANTA (IKAN KUAH SANTAN).
Bahan-bahan yang dibutuhkan : ½ kg pindang ikan tongkol atau pindang
kembung panjar (“salepe ruma londe” bila ada), potong-potong
sesuai selera; minyak untuk menggoreng ikan. Bahan dan bumbu lainnya sama
seperti Resep 1 (“uta londe palomara”) kecuali air asam ditiadakan tapi
diganti dengan 2 gelas santan dari ½ butir kelapa ukuran besar. Cara
Membuatnya : Goreng terlebih dahulu ikan pindang tongkol di atas api sedang
jangan sampai garing, goreng sebentar saja; Iris tipis-tipis semua bumbu; cabe,
bawang merah, bawang putih, kunyit, tomat, belimbing wuluh. Panaskan minyak
diatas penggorengan atau panci, setelah panas masukkan semua bumbu yang sudah
diiris, lengkuas dan sereh setelah layu masukkan ikan yang sudah digoreng
disusul santan. Masak selama kira-kira 15 menit setelah matang masukkan daun
kemangi tambahkan sedikit gula atau penyedap rasa bila suka. Siap dihidangkan
dengan sambal dhoco toma atau sambal yang bercita rasa asam.
UTA MAJU (DAGING RUSA). Daging rusa di Bima biasanya diawetkan dengan cara didendeng. Dendeng
Daging Rusa Bima tidak menggunakan bumbu yang bermacam-macam sebagai layaknya
dendeng pada umumnya yang menggunakan ketumbar dan gula. Dendeng rusa
Bima hanya menggunakan garam, jaman dulu mungkin orang Bima memang tidak
mengenal macam-macam bumbu atau mungkin orang Bima mengutamakan rasa yang
orisinil, sebuah citarasa. Ini juga patut disyukuri karena dengan jenis dendeng
yang seperti ini daging rusa bisa diolah kembali menjadi berbagai macam
masakan. Bukan hanya daging yang diawetkan/didendeng tapi juga tulang iga rusa
juga diawetkan untuk selanjutnya menjadi bahan campuran sayur.
Hm….aromanya…….beda! Saya tidak menulis pengolahan daging rusa segar karena
daging rusa segar bisa dibuat bermacam-macam masakan seperti halnya daging
kambing, sate gulai atau semur. Saya ingin menghadirkan yang khas Bima saja.
Pada saat ini semakin sulit mendapatkan Dendeng Rusa karena populasi Rusa Bima
yang sudah jauh berkurang atau mungkin bisa dikatakan sebentar lagi akan punah!
MBOHI DUNGGA
(SAMBAL FERMENTASI JERUK NIPIS). Sambal ini
khusus diproduksi di Desa Parado secara turun temurun. Sederhana saja bahan dan
cara pembuatannya. Terbuat dari jeruk (jeruk khusus yang ada di Parado semacam
jeruk Medan tapi rasanya asam) yang dibuang kulit dan bijinya serta diiris-iris
lalu dicampurkan dengan garam. Dibiarkan selama berminggu-minggu
(difermentasi). Jadilah
sambal siap saji tahan bertahun-tahun.
Kelompok Penganan (Makanan kecil)
BINGKA DOLU. Bahan-bahan yang dibutuhkan : 500 gr tepung terigu, 500 gr telur, 400
gr gula pasir, 5 gelas santan dari 2 kelapa ukuran sedang, 1 gelas air pandan
suji (untuk pewarna hijau), ½ sendok teh garam, Minyak untuk mengoles cetakan. Cara
Membuatnya : Campur telur dan gula kemudian kocok sebentar sampai gula
hancur dan berbuih (tidak sampai mengembang), Masukkan santan dan air suji
serta garam dan aduk-aduk, Masukkan terigu sedikit demi sedikit, aduk terus
sampai tercampur dengan baik, Panaskan cetakan, olesi dengan minyak atau
mentega setelah panas tuangi adonan setengah sampai tiga per empat cetakan
saja (jangan penuh), tutup. Setelah matang angkat dengan
menggunakan 2 sendok makan. Pastikan cetakan terbuat dari kuningan yang
menghantarkan panas dengan baik.
Sudah lazim
dikenal, bahwa Ben Hur merupakan kendaraan berkuda tradisional masyarakat Bima.
Nama Benhur sendiri sudah cukup melekat dalam ingatan setiap orang Bima. Di
Lombok, kendaraan serupa bernama Cidomo, sedangkan di daerah Jawa disebut
Delman atau Bendi. Saat ini di Kota Bima, Benhur masih menjadi transportasi
pilihan bagi sebagian kalangan. Selain dinilai ramah lingkungan, murah, unik,
santai dan bisa menampung sekitar 6 orang untuk satu baknya. Di wilayah Kota
Bima, Ben Hur begitu ramai dijumpai di jalan-jalan arteri dari dan ke kawasan
pasar ikan, pelabuhan, lintas Gajah Mada, dan lintas selatan. Sedangkan di
wilayah Kabupaten Bima, Ben Hur masih diyakini sbg transportasi unggulan di
semua kecamatan.
bagus dek 😉 kalo bisa nambahin obat+obatan asli Bima spy lebih lengkap !
ReplyDelete